baca dulu

Jumat, 26 Agustus 2016

Makalah Makanan Awetan




BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Pengawetan makanan/minuman dapat dilakukan dengan berbagai macam cara : pendinginan/pembekuan, pengeringan, pengasapan, penggaraman, pemanasan (pasteurisasi, sterilisasi) dan penambahan bahan pengawet kimia. Semua cara tersebut mempunyai tujuan yang sama, yaitu untuk menhancurkan atau mengahmbat pertumbuhan mikroba pembusuk. Dalam hal makanan kaleng atau minuman dalam karton, maka cara pengawetan yang dilakukan adalah dengan proses pemanasan (sterilisasi).
Pengalengan merupakan cara pengawetan bahan pangan dalam wadah yang tertutup rapat dan disterilkan dengan panas. Cara pengawetan ini merupakan yang paling umum dilakukan karena bebas dari kebusukan, serta dapat mempertahankan nilai gizi, cita rasa dan daya tarik. Proses pemanasan kaleng yang dianggap aman adalah yang dapat menjamin bahan makanan tersebut telah bebas dari karena bakteri tersebut menghasilkan toksin yang mematikan dan paling tahan terhadap pemanasan.
B.       Rumusan masalah
1.         Bagaimanakah teknik pengolahan dan pengawetan bahan hewani yang ideal bagi masyarakat?
2.         Bagaimana cara penyajian produk bahan hewani?
3.         Bagaimana cara pengemasan produk pengawetan  bahan hewani?
C.      Tujuan
1.         Untuk mengetahui bagaiman teknik dan cara pengolahan dan pengawetan hewani yang ideal pada masyarakat
2.         Untuk mengetahui bagaimana cara penyajian produk bahan hewani
3.         Untuk mengetahui bagaimana cara pengemasan produk pengawetan  bahan hewani























BAB II
PEMBAHASAN

Secara garis besar, ada dua cara pengawetan obyek biologi, yaitu pengawetan basah dan pengawetan kering. Pengawetan basah dilakukan dengan mengawetkan obyek biologi dalam suatu cairan pengawet. Pengawetan kering dilakukan dengan mengeringkan obyek biologi hingga kadar air yang sangat rendah, sehingga organism perusak/penghancur tidak bekerja.
Pengawetan basah dilakukan bagi hewan tidak bercangkang yang ukurannya relatif besar, direndam dalam larutan pengawet. Pengawetan kering untuk organisme yang berukuran relatif besar biasanya dilakukan dengan cara mengeringkan dengan sinar matahari atau dengan oven dan selanjutnya agar lebih awet dapat disimpan dalam media pengawet resin (Bioplastik). Obyek yang dapat dijadikan sebagai specimen utama dalam pengawetan basah maupun kering merupakan objek biologi yang berukuran kecil hibgga yang berukuran besar.

1.        Langkah-langkah Pengawetan
a.      Koleksi
Hewan-hewan yang akan diawetkan dalam bentuk utuh dan akan dibawa ke kelas atau ke Laboratorium biasanya hewan-hewan yang berukuran relatif kecil. Hewan yang akan diawetkan ditangkap menggunakan alat yang sesuai. Hewan yang tertangkap dimasukkan dalam botol koleksi yang sudah diberi label.
b.      Mematikan (Killing), Meneguhkan (Fixing), dan mengawetkan (Preserving)
Proses mematikan dan meneguhkan memerlukan perlakuan dan bahan tertentu. Bahan untuk mematikan biasanya adalah Ether, Kloroform, HCN/KCN, Karbon Tetracloride (CCL4) atau Ethyl acetat. Namun, kadangkadang perlu perlakuan khusus yaitu melalui pembiusan sebelum proses mematikan dilakukan, agar tubuh hewan yang akan diawetkan tidak mengkerut atau rusak. Pembiusan dilakukan dengan serbuk menthol atau kapur barus ke permukaan air tempat hidupnya, setelah tampak lemas, dan tidak bereaksi terhadap sentuhan, hewan dapat dipindahkan ke dalam larutan pengawet.

2.        Bahan Pengawet
Beberapa bahan pengawet yang dapat digunakan antara lain: formalin, alcohol (ethil alkohol), resin atau pengawet berupa ekstrak tanaman. Bahan-bahan pengawet ini mudah dicari, murah dan hasilnya cukup bagus, meskipun ada beberapa kelemahan.

3.        Sifat-Sifat Larutan Pengawet
Bahan pengawet dan peneguh yang digunakan biasanya berbahaya bagi manusia, maka perlu dikenali sifat-sifatnya. Dengan mengenal sifat-sifat ini, diharapkan dapat dihindari bahaya yang mungkin ditimbulkan.
Alkohol, merupakan bahan yang mudah terbakar, bersifat disinfektan dan tidak  korosif.
Formalin, larutan mudah menguap, menyebabkan iritasi selaput lendir hidung, mata, dan sangat korosif, bila pekat berbahaya bagi kulit.
Ether, larutan mudah menguap, beracun, dapat membius dengan konsentrasi rendah, eksplosiv.
Kloroform, Larutan mudah menguap, dapat membius dan melarutkan plastic.
Karbon tetracloride, larutan mudah menguap, melarutkan plastik dan lemak, membunuh serangga.
Ethil acetat, larutan mudah menguap, dapat membius dan mematikan serangga atau manusia.
Resin, merupakan larutan yang tidak mudah menguap mudah mengeras dengan penambahan larutan katalis, karsinogenik, dapat mengawetkan specimen dalam waktu yang sangat lama.
KCN/HCN, larutan pembunuh yang sangat kuat, sangat beracun, bila tidak terpaksa jangan gunakan larutan ini.

4.        Pengawetan Kering
Pengawetan ini dilakukan pada hewan yang memiliki kerangka luar keras dan tidak mudah rusak akibat proses pengeringan. Pengeringan dilakukan dengan menggunakan oven atau dijemur di bawah terik matahari hingga kadar airnya sangat rendah. Sebelum dikeringkan hewan dimatikan dengan larutan pembunuh, kemudian hewan diatur posisinya. Hewan yang sudah kering kemudian dimasukkan dalam kotak yang diberi kapur barus dan silika gel. Tiap hewan yang diawetkan sebaiknya diberi label yang berisi nama, lokasi penangkapan, tanggal penangkapan dan kolektornya.
5.        Bioplastik
Bioplastik merupakan pengawetan spesimen hewan atau tumbuhan dalam blok resin untuk digunakan sebagai media pembelajaran. Spesimen hewan atau tumbuhan dalam blok resin selain berfungsi sebagai media pembelajaran, juga dapat berfungsi sebagai ornamen.
Sebelum dicetak, resin berupa cairan yang kental. Resin merupakan senyawa organik hasil metabolisme sekunder, tersusun atas karbon. Senyawa ini akan mengalami polimerisasi dalam kondisi yang tepat. Reaksi polimerisasi bersifat eksoterm sehingga akan menimbulkan panas. Untuk mempercepat polimerisasi digunakan katalis. Jumlah cairan katalis yang ditambahkanakan mempengaruhi terhadap cepat atau lambatnya proses polimerisasi, efeknya adalah jumlah panas yang dikeluarkan. Semakin banyak katalis yang ditambahkan akan semakin cepat dan semakin panaas.
6.        Taksidermi
Taksidermi merupakan istilah pengawetan untuk hewan pada umumnya, vertebrata pada khususnya, dan biasanya dilakukan terhdap hewan yang berukuran relatif besar dan hewan yang dapat dikuliti termasuk beberapa jenis reptil, burung, dan mammalia. Organ dalam dikeluarkan dan kemudian dibentuk kembali seperti bentuk asli ketika hewan tersebut hidup (dikuliti, hanya bagian kulit yang tersisa).

Pangan secara umum bersifat mudah rusak (perishable), karena kadar air yang terkandung di dalamnya sebagai faktor utama penyebab kerusakan pangan itu sendiri. Semakin tinggi kadar air suatu pangan, akan semakin besar kemungkinan kerusakannya baik sebagai akibat aktivitas biologis internal (metabolisme) maupun masuknya mikroba perusak. kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan apakah makanan tersebut masih pantas di konsumsi, secara tepat sulit di laksanakan karena melibatkan factor-faktor nonteknik, sosial ekonomi, dan budaya suatu bangsa. Idealnya, makanan tersebut harus: bebas polusi pada setiap tahap produksi dan penanganan makanan, bebas dari perubahan-perubahan kimia dan fisik, bebas mikroba dan parasit yang dapat menyebabkan penyakit atau pembusukan (Winarno,1993).
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 menyatakan bahwa kualitas pangan yang dikonsumsi harus memenuhi beberapa kriteria, di antaranya adalah aman, bergizi, bermutu, dan dapat terjangkau oleh daya beli masyarakat.


A.      Jenis-jenis teknik pengolahan dan pengawetan makanan
1.      Pendinginan
Pendiginan adalah penyimpanan bahan pangan di atas suhu pembekuan bahan yaitu -2 sampai +10 0 C. Cara pengawetan dengan suhu rendah lainya yaitu pembekuan. Pembekuan adalah penyimpanan bahan pangan dalam keadaan beku yaitu pada suhu 12 sampai -24 0 C. Pembekuan cepat (quick freezing) di lakukan pada suhu -24 sampai -400 C. Pendinginan biasanya dapat mengawetkan bahan pangan selama beberapa hari atau minggu tergantung pada macam bahan panganya, sedangkan pembekuan dapat mengawetkan bahan pangan untuk beberapa bulan atau kadang beberapa tahun. Perbedaan lain antara pendinginan dan pembekuan adalah dalam hal pengaruhnya terhadap keaktifan mikroorganisme di dalam bahan pangan. Penggunaan suhu rendah dalam pengawetan pangan tidak dapat membunuh bakteri, sehingga jika bahan pangan beku misalnya di keluarkan dari penyimpanan dan di biarkan mencair kembali (thawing), pertumbuhan bakteri pembusuk kemudian berjalan cepat kembali. Pendinginan dan pembekuan masing-masing juga berbeda pengaruhnya terhadap rasa, tekstur, nilai gizi, dan sifat-sifat lainya. Beberapa bahan pangan menjadi rusak pada suhu penyimpangan yang terlalu rendah.
2.      Pengeringan
Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan energi panas. Biasanya, kandungan air bahan tersebut di kurangi sampai batas sehingga mikroorganisme tidak dapat tumbuh lagi di dalamya. Keuntungan pengeringan adalah bahan menjadi lebih awet dan volume bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan dan pengepakan, berat bahan juga menjadi berkurang sehingga memudahkan transpor, dengan demikian di harapkan biaya produksi menjadi lebih murah. Kecuali itu, banyak bahan-bahan yang hanya dapat di pakai apabila telah di keringkan, misalnya tembakau, kopi, the, dan biji-bijian. Penyedotan uap air ini daoat juga di lakukan secara vakum. Pengeringan dapat berlangsung dengan baik jika pemanasan terjadi pada setiap tempat dari bahan tersebut, dan uap air yang di ambil berasal dari semua permukaan bahan tersebut. Factor-faktor yang mempengaruhi pengeringan terutama adalah luas permukaan benda, suhu pengeringan, aliran udara, tekanan uap di udara, dan waktu pengeringan.
3.      Pengemasan
Pengemasan merupakan bagian dari suatu pengolahan makanan yang berfungsi untuk pengawetan makanan, mencegah kerusakan mekanis, perubahan kadar air. Teknologi pengemasan perkembangan sangat pesat khususnya pengemas plstik yang dengan drastic mendesak peranan kayu, karton, gelas dan metal sebagai bahan pembungkus primer.
Berbagai jenis bahan pengepak seperti tetaprak, tetabrik, tetraking merupakan jenis teknologi baru bagi berbagai jus serta produk cair yang dapat dikemas dalam keadaan qaseptiis steril. Sterilisasi bahan kemasan biasanya dilakukan dengan pemberian cairan atau uap hydrogen peroksida dan sinar UV atau radiasi gama.
Jenis generasi baru bahan makanan pengemas ialah lembaran plstik berpori yang disebut Sspore 2226, sejenis platik yang memilki lubang – lubang . Plastik ini sangat penting penngunaanya bila dibandingkan dengan plastic yang lama yang harus dibuat lubang dahulu. Jenis plastic tersebut dapat menggeser pengguanaan daun pisang dan kulit ketupat dalam proses pembuatan ketupat dan sejenisnya.


4.      Pengalengan
Namun, karena dalam pengalengan makanan digunakan sterilisasi komersial (bukan sterilisasi mutlak), mungkin saja masih terdapat spora atau mikroba lain (terutama yang bersifat tahan terhadap panas) yang dapat merusak isi apabila kondisinya memungkinkan. Itulah sebabnya makanan dalam kaleng harus disimpan pada kondisi yang sesuai, segera setelah proses pengalengan selesai.
Pengalengan didefinisikan sebagai suatu cara pengawetan bahan pangan yang dipak secara hermetis (kedap terhadap udara, air, mikroba, dan benda asing lainnya) dalam suatu wadah, yang kemudian disterilkan secara komersial untuk membunuh semua mikroba patogen (penyebab penyakit) dan pembusuk. Pengalengan secara hermetis memungkinkan makanan dapat terhindar dan kebusukan, perubahan kadar air, kerusakan akibat oksidasi, atau perubahan cita rasa.
5.      Penggunaan bahan kimia
Bahan pengawet dari bahan kimia berfungsi membantu mempertahankan bahan makanan dari serangan makroba pembusuk dan memberikan tambahan rasa sedap, manis, dan pewarna. Contoh beberapa jenis zat kimia : cuka, asam asetat, fungisida, antioksidan, in-package desiccant, ethylene absorbent, wax emulsion dan growth regulatory untuk melindungi buah dan sayuran dari ancaman kerusakan pasca panen untuk memperpanjangkesegaran masam pemasaran. Nitogen cair sering digunakan untuk pembekuan secara tepat buah dan sayur sehinnga dipertahankan kesegaran dan rasanya yang nyaman.
Suatu jenis regenerasi baru growth substance sintesis yang disebut morfaktin telah ditemuakan dan diaplikasikan untuk mencengah kehilangan berat secara fisiologis pada pasca panen, kerusakan karena kapang, pemecahan klorofil serta hilangnya kerennyahan buah. Scott dkk (1982) melaporkan bahwa terjadinya browning, kehilangan berat dan pembusukan buah leci dapat dikurangi bila buah – buahan tersebut direndam dalam larutan binomial hangat (0,05%, 520C ) selama 2 menit dan segera di ikuti dengan pemanasan PVC (polivinil klorida ) dengan ketebalan 0,001 mm.
6.      Pemanasan
Penggunaan panas dan waktu dalam proses pemanasan bahan pangan sangat berpengaruh pada bahan pangan. Beberapa jenis bahan pangan seperti halnya susu dan kapri serta daging, sangat peka terhadap susu tinggi karena dapat merusak warna maupun rasanya. Sebaliknya, komoditi lain misalnya jagung dan kedelai dapat menerima panas yang hebat karena tanpa banyak mengalami perubahan. Pada umumnya semakin tinggi jumlah panas yang di berikan semakin banyak mikroba yang mati.
Pada proses pengalengan, pemanasan di tujukan untuk membunuh seluruh mikroba yang mungkin dapat menyebabkan pembusukan makanan dalam kaleng tersebut, selama penanganan dan penyimpanan. Pada proses pasteurisasi, pemanasan di tujukan untuk memusnahkan sebagian besar mikroba pembusuk, sedangkan sebagian besar mikroba yang tertinggal dan masih hidup terus di hambat pertumbuhanya dengan penyimpanan pada suhu rendah atau dengan cara lain misalnya dengan bahan pengawet. Proses pengawetan dapat di kelompokan menjadi 3 yaitu: pasteurisasi, pemanasan pada 1000 C dan pemanasan di atas 1000 C.
7.      Teknik fermentasi
fermentasi bukan hanya berfungsi sebagai pengawet sumber makanan, tetapi juga berkhasiat bagi kesehatan. Salah satumya fermentasi dengan menggunakan bakteri laktat pada bahan pangan akan menyebabkan nilai pH pangan turun di bawah 5.0 sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri fekal yaitu sejenis bakteri yang jika dikonsumsi akan menyebabkanakan muntah-muntah, diare, atau muntaber.
Bakteri laktat (lactobacillus) merupakan kelompok mikroba dengan habitat dan lingkungan hidup sangat luas, baik di perairan (air tawar ataupun laut), tanah, lumpur, maupun batuan. tercatat delapan jenis bakteri laktat, antara lain Lacobacillus acidophilus, L fermentum, L brevis,dll
Asam laktat yang dihasilkan bakteri dengan nilai pH (keasaman) 3,4-4 cukup untuk menghambat sejumlah bakteri perusak dan pembusuk bahan makanan dan minuman. Namun, selama proses fermentasi sejumlah vitamin juga di hasilnhkan khususnya B-12. Bakteri laktat juga menghasilkan lactobacillin (laktobasilin), yaitu sejenis antibiotika serta senyawa lain yang berkemampuan menontaktifkan reaksi kimia yang dihasilkan oleh bakteri fekal di dalam tubuh manusia dan bahkan mematikannya , Senyawa lain dari bakteri laktat adalah NI (not yet identified atau belum diketahui). NI bekerja menghambat enzim 3-hidroksi 3-metil glutaril reduktase yang akan mengubah NADH menjadi asam nevalonat dan NAD. Dengan demikian, rangkaian senyawa lain yang akan membentuk kolesterol dan kanker akan terhambat.
8.      Teknik Iradiasi
Iradiasi adalah  proses aplikasi radiasi energi pada suatu sasaran, seperti pangan.  Menurut Maha (1985), iradiasi adalah suatu teknik yang digunakan untuk pemakaian energi radiasi secara sengaja dan terarah.  Sedangkan menurut Winarno et al. (1980), iradiasi adalah teknik penggunaan energi untuk penyinaran bahan dengan menggunakan sumber iradiasi buatan.
Jenis iradiasi pangan yang dapat digunakan untuk pengawetan bahan pangan adalah radiasi elektromagnetik yaitu radiasi yang menghasilkan foton berenergi tinggi sehingga sanggup menyebabkan terjadinya ionisasi dan eksitasi pada materi yang dilaluinya.  Jenis iradiasi ini dinamakan radiasi pengion, contoh dan gelombang elektromagnetikb,aradiasi pengion adalah radiasi partikel    Contoh radiasi pengion yang disebut terakhir ini paling banyakg digunakan (Sofyan, 1984; Winarno et al., 1980).
Dua jenis radiasi pengion yang umum digunakan untuk pengawetan makanan adalah : sinar gamma yang dipancarkan oleh radio nuklida 60Co (kobalt-60) dan 137Cs (caesium-37) dan berkas elektron yang terdiri dari partikel-pertikel bermuatan listrik.  Kedua jenis radiasi pengion ini memiliki pengaruh yang sama terhadap makanan.
Menurut Hermana (1991), dosis radiasi adalah jumlah energi radiasi yang diserap ke dalam bahan pangan dan merupakan faktor kritis pada iradiasi pangan.  Seringkali untuk tiap jenis pangan diperlukan dosis khusus untuk memperoleh hasil yang diinginkan.  Kalau jumlah radiasi yang digunakan kurang dari dosis yang diperlukan, efek yang diinginkan tidak akan tercapai.  Sebaliknya jika dosis berlebihan, pangan mungkin akan rusak sehingga tidak dapat diterima konsumen
Keamanan pangan iradiasi merupakan faktor terpenting yang harus diselidiki sebelum menganjurkan penggunaan proses iradiasi secara luas.  Hal yang membahayakan bagi konsumen bila molekul tertentu terdapat dalam jumlah banyak pada bahan pangan, berubah menjadi senyawa yang toksik, mutagenik, ataupun karsinogenik sebagai akibat dari proses iradiasi.



1.        Proses Pengawetan Bahan Pangan Hewani (ikan Sardens)
Olahan ikan yang satu ini memang kerap kali dijadikan solusi bagi sebagian orang yang malas memasak ikan segar. Selain, rasanya yang enak dan gurih kemudahan pengolahan yang ditawarkan membuat sarden semakin akrab saja di kalangan masyarakat. Pengalengan ikan adalah salah satu teknik pengolahan dengan cara memanaskan ikan dalam wadah kaleng yang ditutup rapat untuk menonaktifkan enzim, membunuh mikroorganisme, dan mengubah ikan dalam bentuk mentah menjadi produk yang siap disajikan tetapi memiliki kandungan nilai gizi yang sedikit menurun karena proses denaturasi protein akibat proses pemanasan bila dibandingkan dengan ikan segar, namun lebih tinggi bila dibandingkan sumber protein nabati seperti tahu dan tempe.
Metode pengawetan dengan cara pengalengan ditemukan oleh Nicholas Appert, seorang ilmuwan Prancis. Pengalengan makanan merupakan suatu cara pengawetan bahan bahan makanan yang dikemas secara hermetis dan kemudian disterilkan. Pengemasan secara hermetis dapat diartikan bahwa penutupannya sangat rapat, sehingga tidak dapat ditembus oleh udara, air, kerusakan akibat oksidasi, ataupun perubahan cita rasa. Di dalam pengalengan makanan, bahan pangan dikemas secara hermetis (hermetic) dalam suatu wadah, baik kaleng, gelas, atau alumunium. 
Pada pengawetan pangan, secara teknis ada beberapa cara yang menggunakan prinsip mikrobiologis yaitu mengurangi jumlah seminimal mungkin mikroorganisme pembusuk, mengurangi kontaminasi mikroorganisme, menciptakan suasana lingkungan yang tidak disukai oleh mikroorganisme dengan cara pemanasan dan radiasi. Pemusnahan mikroorganisme dengan pemanasan pada pengalengan ikan pada prinsipnya menyebabkan denaturasi protein, serta menonaktifkan enzim yang membantu proses metabolisme. Penerpan panas dapat bermacam-macam tergantung dari jenis mikroorganismenya, fase mikroorganisme, dan kondisi lingkungan spora bakteri. Semakin rendah suhu yang diberikan semakin banyak waktu yang diperlukan untuk pemanasan. Pada pengalengan, yang perlu diwaspadai adalah bakteri anaerob seperti Closteridium botullinum yang tahan terhadap suhu tinggi.
Pengadaaan Bahan Baku Ikan Segar. Ikan yang akan dijadikan sarden bisanya didapat dari nelayan ikan, ikan-ikan dijual langsung oleh pemilik perahu atau dikumpulkan terlebih dahulu oleh pengepul. Ikan yang digunakan sebagai bahan baku umumnya tergolong ikan pelagis ukuran kecil yang hidup bergerombol seperti ikan Lemuru, ikan Sardin, ikan Tamban, ikan Balo, dan ikan Layang.


Description: C:\Users\Chuky\Pictures\sardines.JPG
 















Pengguntingan (cutting). Bahan baku ikan segar yang sudah dibeli pabrik akan langsung diproses. Tahapan pertama disebut dengan pengguntingan (cutting) alat yang digunakan adalah gunting besi. Ikan digunting pada bagian pre dorsal (dekat dengan kepala) kebawah kemudian sedikit ditarik untuk mengeluarkan isi perut. Ikan balo diberikan sedikit perlakuan khusus yaitu sebelum digunting sisik-sisik yang terdapat diseluruh badannya dihilangkan terlebih dahulu dengan menggunakan pisau. Dalam tahapan pengguntingan juga dilakukan sortasi. Bahan baku ikan disortasi dari campuran ikan yang lain dan dari sampah serta serpihan karang yang ikut terbawa saat proses penangkapan ikan. Ikan yang sudah digunting ditempatkan dalam keranjang plastik kecil. Setelah keranjang penuh, ikan dimasukkan dalam mesin rotary untuk dilakukan proses pencucian.
Pengisian (Filling). Ikan yang keluar dari mesin rotary ditampung dalam keranjang plastik, lalu dibawa ke meja pengisian untuk diisikan kedalam kaleng. Diatas meja pengisian terdapat pipa air yang digunakan untuk melakukan pencucian ulang sebelum ikan diisikan kedalam kaleng. Posisi ikan didalam kaleng diatur, misalnya untuk membuat produk kaleng kecil setelah penghitungan rendemen ditentukan bahwa jumlah ikan yang diisikan kedalam kaleng adalah 4 ekor ikan. Ikan-ikan tersebut diisikan dalam kaleng dengan posisi 2 buah pangkal ekor menghadap kebawah dan 2 ekor lagi menghadap keatas. Kaleng yang sudah diisi ikan diletakkan diatas conveyor yang terus berjalan disamping meja pengisian untuk masuk tahapan berikutnya.
Pemasakan Awal (Pree Cooking). Dengan bantuan conveyor kaleng yang sudah terisi ikan masuk kedalam exhaust box yang panjangnya +12 m, di dalam exhaust box ikan dimasak dengan menggunakan uap panas yang dihasilkan oleh boiler. Suhu yang digunakan + 800C, proses pree cooking ini berlangsung selama + 10 menit. Setelah proses pemasakan selesai produk keluar dari exhaust box dilanjutkan dengan tahapan selanjutnya yaitu penirisan (decanting). 
Penghampaan (Exhausting). Penghampaan dilakukan dengan menambahkan medium pengalengan berupa saos cabai atau saos tomat dan minyak sayur (vegetable oil). Suhu saos dan minyak sayur yang digunakan adalah +80 0C. Pengisian saos dilakukan secara mekanis dengan menggunakan filler. Pada prinsipnya proses penghampaan ini dapat dilakukan melalui 2 macam cara, biasanya pabrik berskala kecil exhausting dilakukan dengan cara melakukan pemanasan pendahuluan terhadap produk, kemudian produk tersebut diisikan kedalam kaleng dalam keadaan panas dan wadah ditutup, juga dalam keadaan masih panas. Cara kerjanya adalah menarik oksigen dan gas-gas lain dari dalam kaleng dan kemudian segera dilakukan penutupan wadah.
Penutupan Wadah Kaleng (Seaming). Penutupan wadah kaleng dilakukan dengan menggunakan double seamer machine. Seorang karyawan bertugas mengoprasikan double seamer machine dan mengisi tutup kaleng kedalam mesin. Kecepatan yang digunakan bervariasi. Double seamer untuk kemasan kaleng kotak dioprasikan dengan kecepatan penutupan 84 kaleng permenit (kecepatan maximum 200 kaleng permenit), double seamer untuk kaleng kecil dioperasikan dengan kecepatan penutupan 375 kaleng permenit (kecepatan maximum 500 kaleng permenit) sedangkan untuk double seamer kaleng besar dioperasikan dengan kecepatan 200 kaleng permenit (kecepatan maximum 500 kaleng permenit). Tutup kaleng yang dipakai adalah tutup kaleng yang sudah terlebih dahulu diberi kode tanggal kedaluwarsa diruang jet print.
Sterilisasi (Processing). Sterilisasi dilakukan dengan menggunakan retort. Dalam satu kali proses sterilisasi dapat mensterilkan 4 keranjang besi produk ikan kalengan atau setara dengan +6.800 kaleng kecil atau 3.400 kaleng besar. Suhu yang digunakan antara 115 – 117 0C dengan tekanan 0,8 atm, selama 85 menit jika yang disterilisasi adalah kaleng kecil dan 105 menit untuk kaleng besar. Sterilisasi dilakukan dengan memasukkan keranjang besi kedalam menggunakan bantuan rel. Sterilisasi dilakukan tidak hanya bertujuan untuk menghancurkan mikroba pembusuk dan pathogen, tetapi berguna untuk membuat produk menjadi cukup masak, yaitu dilihat dari penampilan, tekstur dan cita rasanya sesuai dengan yang diinginkan.
Pendinginan dan Pengepakan. Ikan kalengan yang sudah disterilisasi dikeluarkan dari dalam retort, kemudian diangkat dengan katrol untuk didinginkan dalam bak pendinginan bervolume 16.5 m3 yang diisi dengan air yang mengalir. Pendinginan dilakukan selama 15 menit. Produk setelah didinginkan diistirahatkan terlebih dahulu ditempat pengistirahatan(Rested area) untuk menunggu giliran pengepakan (packing). Packing diawali dengan aktivitas pengelapan untuk membersihkan sisa air proses pendinginan, setelah itu produk dimasukkan kedalam karton. Produk yang kemasannya sudah diberi label (label cat) bisa langsung di packing, sementara produk yang kemasannya kosong terlebih dahulu diberi label kertas sesuai dengan keinginan produsen.

2.        Pengawetan pada hewan
Taksidermi adalah hewan hasil pengawetan, biasanya golongan vertebrata yang dapat dikuliti. Pada pembuatan taksidermi, hewan dikuliti, organ-organ dalam dibuang, untuk selanjutnya dibentuk kembali seperti bentuk aslinya. Ewan-hewan vertebrata yang sering dibuat taksidermi misalnya berbagai jenis mamalia, kadal atau reptil, dsb. Taksidermi seringkali dipergunakan sebagai bahan referensi untuk identifikasi hewan vertebrata, juga menunjukkan berbagai macam ras yang dimiliki suatu spesies. Selain itu, tentu saja taksidermi dapat dijadikan sebagai media pembelajaran biologi.
Cara pembuatan taksidermi adalah sebagai berikut.
a)    Potong otot-otot paha dan pisahkan tulang paha dari persendian dan pangkal paha, keluarkan bagian ini.
b)   Potonglah otot-otot pada tumit, keluarkan jaringan lunak pada telapak kaki dengan jalan mengirisnya. Keluarkan semua bagian kaki lainnya yang masih tertinggal di dalam kulit.
c)    Ulangi langkah pertama dan kedua di atas untuk bagian tangan, dan ekor.
d)   Untuk bagian kepala, lepaskan kulit secara hati-hati, sertakan telinga, kelopak mata pada kulit. Jaga jangan sampai robek. Potonglah tulang rawan hidung dan biarkan melekat pada kulit.
e)    Potonglah bagian kepala dan leher, bersihkan bekas-bekas otak dengan cara menyemprotkan air.
f)    Balikkan kulit dan bersihkan dari sisa daging dan lemak.
g)   Basuh bagian permukaan dalam kulit tubuh dengan boraks, demikian pula untuk ekor, kaki, tangan dan tengkorak kepala.
h)   Sebagai pengganti mata, gunakan bola mata tiruan. Bentuk tubuh hewan kembali dengan menggunakan kapuk dan kawat, lalu jahit dengan rapi.
i)     Atur posisi hewan sebagaimana kebiasan hewan sewaktu masih hidup.
Pajang taksidermi pada tempat-tempat yang aman dan terhindar dari serangan serangga, bersih dan kering. Insektisida, atau kamper (naftalen) dapat ditambahkan untuk mencegah serangan jamur. Ada baiknya taksidermi disimpan dalam boks kaca.
Kerangka katak yang diawetkan dapat digunakan untuk media pembelajaran macam-macam bentuk tulang. Cara membuat awetan rkering angka katak adalah sebagai berikut:
a.    Lepaskan semua kulit dan daging dari tulang secara hati-hati. Jangan sampai persendian terputus. Upayakan sebersih mungkin, sampai daging yang melekat pada rangka seminimal mungkin.
b.    Rendam rangka katak dalam bubur kapur. Bubur kapur dapat dibuat dengan melarutkan CaO ke dalam air, dengan menambahkan sedikit KOH.
c.    Bila tulang telah bersih, cucilah bubur kapur dari rangka.
d.   Keringkan rangka dan atur posisinya pada suatu landasan yang telah disediakan terlebih dahulu.
e.    Pernis rangka katak tersebut, sehingga tampak lebih menarik dan membuat tulang-tulang menjadi lebih awet.
f.     Beri label atau keterangan pada awetan yang sudah jadi tersebut
Membuat insectarium
Insectarium adalah sampel jenis serangga hidup yang ada di kebun binatang, atau museum atau pameran tinggal serangga. Insectariums sering menampilkan berbagai jenis serangga dan arthropoda yang mirip, seperti laba-laba, kumbang, kecoa, semut, lebah, kaki seribu, kelabang, jangkrik, belalang, serangga tongkat, kalajengking dan Belalang sembah alat2 dan bahan2nya mungkin belum tercantum, tetapi mungkin ini sangat membantu.
a.    Tangkaplah serangga dengan menggunakan jaring serangga. Hati-hati terhadap serangga yang berbahaya.
b.    Matikan serangga dengan jalan memasukkannya ke dalam kantong plastik yang telah diberi kapas yang dibasahi kloroform.
c.    Serangga yang sudah mati dimasukkan ke dalam kantong atau stoples tersendiri. Kupu2 dan capung dimasukkan ke dalam amplop dengan hati2 agar sayapnya tidak patah.
d.   Suntiklah badan bagian belakang serangga dengan formalin 5%. Sapulah  (dengan kuas) bagian tubuh luar dengan formalin 5%.
e.    Sebelum mengering, tusuk bagian dada serangga dengan jarum pentul.
f.     Pengeringan cukup dilakukan di dalam ruangan pada suhu kamar. Tancapkan jarum pentul pada plastik atau karet busa.
g.    Untuk belalang, rentangkan salah satu sayap ke arah luar. Untuk kupu-kupu, sayapnya direntangkan pada papan perentang atau kertas tebal sehingga tampak indah. Begitu juga capung.
h.    Setelah kering, serangga dimasukkan ke dalam kotak insektarium (dari karton atau kayu). Di dalamnya juga dimasukkan kapur barus (kamper).
i.      Beri label (di sisi luar kotak) yang memuat catatan khusus lainnya.




Description: C:\Users\Chuky\Downloads\2.jpg


Description: C:\Users\Chuky\Downloads\4.jpg
Description: C:\Users\Chuky\Downloads\1.jpg










Description: C:\Users\Chuky\Downloads\3.jpg










B.       ROSES PRODUKSI TELUR ASIN
Telur merupakan bahan pangan hasil ternak unggas yang memiliki sumber protein hewani yang memiliki rasa yang lezat, mudah dicerna dan begizi tinggi. Selain itu telur mudah diperoleh dan harganya relatif murah. Dalam perkembangannya, telah banyak dilakukan teknik pengolahan telur untuk meningkatkan daya tahan serta kesukaan konsumen. Menurut Winarno dan Koswara, (2002) Telur merupakan bahan pangan yang sempurna, karena mengandung zat-zat gizi yang lengkap bagi pertumbuhan mahluk hidup baru. Protein telur memiliki susunan asam amino esensial yang lengkap sehingga dijadikan standar untuk menentukan mutu protein dari bahan lain. Keunggulan telur sebagai produk peternakan yang kaya gizi juga merupakan suatu kendala karena termasuk bahan pangan yang mudah rusak.
Permasalahan dalam pemasaran produk hasil ternak adalah karakteristik produk yang merupakan bahan pangan yang mudah rusak, sehingga proses pengawetan merupakan salah satu cara untuk mengatasinya. Pengawetan telur utuh bertujuan untuk mempertahankan mutu telur segar. Prinsip dalam pengawetan telur segar adalah mencegah penguapan air dan terlepasnya gas-gas lai dari dalam isi telur, serta mencegah masuk dan tumbuhnya mikroba di dalam telur selama mungkin. Hal-hal di atas dapat dilakukan dengan cara menutup pori-pori kulit telur atau mengatur kelembaban dan kecepatan aliran udara dalam ruangan penyimpanan. Penutupan pori-pori kulit telur dapat dilakukan dengan menggunakan larutan kapur, parafin, minyak nabati (minyak sayur), air kaca (water glass), dicelupkan dalam air mendidih dan lain-lain. Sedangkan pengaturan kecepatan dan kelembaban udara dapat dilakukan dengan penyimpanan di ruangan khusus.
Sebelum dilakukan prosedur pengawetan, penting diperhatikan kebersihan kulit telur. Hal ini karena meskipun mutunya sangat baik, tetapi jika kulitnya kotor, telur dianggap bermutu rendah atau tidak dipilih pembeli. Pembersihan kulit telur dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1.  Merendam telur dalam air bersih, dapat diberi sedikit detergen atau Natrium hidroksida (soda api). Kemudian dicuci bersih sehingga kotoran yang menempel hilang.
2.  Mencuci telur dengan air hangat suam-suam kuku (sekitar 60 0C) yang mengalir. Untuk mempercepat hilangnya kotoran dapat digunakan kain. Setelah kilit telur bersih, dapat dilakukan pengawetan telur segar dengan metode antara lain pengemasan kering, perendaman dalam berbagai janis cairan, penutupan pori-pori kulit telur dan penyimpanan dingin
Upaya pengawetan telur perlu dilakukan agar daya simpan produk ternak unggas bisa lebih lama daya simpannya. Telur yang telah disimpan lebih dari 2 minggu sangat rawan kerusakan. Biasanya telur akan berbau busuk dan tidak bisa dikonsumsi.
Description: MACAM MACAM CARA PENGAWETAN TELUR
Adapun  beberapa cara yang dilakukan dalam pengawetan telur sehingga kualitas telur tersebut dapat bertahan antara lain :
1.      Metode pengawetan dengan daun jambu biji.
Metode ini disebut juga metode pemindangan. Karena warna cangkang telur yang telah diawetkan dengan jambu biji ini berwarna kecoklatan seperti telur pindang. Namun metode pengawetan dengan daun jambu biji ini terutama untuk telur itik kurang disukai konsumen karena warnanya yang kurang menarik. Metode ini bisa diterapkan pada telur unggas yang lain, telur ayam misalnya. Pemindangan merupakan salah satu bentuk pengolahan dengan kombinasi penggaraman dan perebusan. Telur pindang merupakan produk olahan tradisional yang menggunakan bahan penyamak protein yang akan terdenaturasi jika kontak dengan bahan yang mengandung tannin antara lain kulit bawang merah, daun jambu biji, air teh. Dengan tambahan bahan ini akan diperoleh warna telur kecoklatan dan citarasa yang khas. Pemindangan dapat membuat telur rebus lebih awet daripada perebusan dengan air biasa. Berikut teknik pengawetan dengan daun jambu biji :
a.       Bahan yang perlu dipersiapkan: telur ayam, teh, kulit bawang merah, daun jambu biji, garam.
b.      Cara pembuatan:
1)      Ambil 10 butir telur ayam, cuci bersih dengan abu dapur dan air
2)      Letakkan daun jambu, teh, kulit bawang merah dalam panci perebus, tata telur diatasnya, susun berlapis.
3)      Tambahkan garam 3 sendok makan, tambahkan air hingga seluruh telur terendam
4)      Rebus hingga matang, angkat dan biarkan hingga beberapa saat (2 jam), untuk memperoleh warna dan citarasa pindang.
5)      Rebus kembali sampai matang (dapat ditambahkan bahan rempah lengkuas dimemarkan, daun salam).
6)      Angkat dan biarkan terendam dalam panci, tiriskan setelah air dingin
Daya simpan telur dengan cara/ metode seperti ini akan lebih lama. Daya simpannya bisa mencapai 30 hari atau lebih.  kandungan kimia daun jambu biji berupa tanin dapat mengawetkan telur ayam ras. Tanin akan bereaksi dengan protein yang terdapat dalam kulit telur yang mempunyai sifat menyerupai kolagen kulit hewan sehingga terjadi proses penyamakan kulit berupa endapan berwarna coklat yang dapat menutup pori-pori kulit telur dan kulit telur tersebut menjadi impermeable (tidak dapat tembus) terhadap gas dan udara dan pengawetan telur ayam ras dengan memanfaatkan daun jambu (Psidium guajava L.) mempunyai biaya pengolahan yang murah dan mutu telur ayam ras bertahan selama kurang lebih satu bulan.
2.      Metode pengawetan dengan minyak kelapa.
Perubahan warna dengan pengawetan telur melalui bantuan jambu biji tidak disukai, penggunaan minyak kelapa bisa diterapkan. Minyak kelapa juga bisa dijadikan bahan memperlama penyimpanan telur tanpa merubah warna, rasa, dan aroma telur tersebut. Perubahan warna dengan pengawetan telur melalui bantuan jambu biji tidak disukai, penggunaan minyak kelapa bisa diterapkan. Minyak kelapa juga bisa dijadikan bahan memperlama penyimpanan telur tanpa merubah warna, rasa, dan aroma telur tersebut.
a.         Langkah pertama kelapa dikupas dan diparut. Selanjutnya parutannya diremas-remas sambil ditambah air secukupnya. Hasilnya adalah berupa santan. Santan itu kemudian direbus selama kurang lebih 3 jam. Setelah menjadi minyak, pisahkan minyak tersebut dari ampasnya.
b.         Tahap berikutnya ambil telur dan dicuci. Kemudian telur diolesi minyak kelapa dengan menggunakan kuas kecil. Biasanya, 1 liter minyak kelapa bisa digunakan untu mengawetkan telur sekitar 70 kg.
c.         Pengolesan telur ayam dengan minyak kelapa ini mampu mempertahankan kesegaran telur selama 8 minggu atau 2 bulan. Pengawetan telur dengan minyak kelapa tidak hanya mampu mempertahankan kesegaran telur, tapi juga mampu mempertahankan keutuhan nilai gizinya. Hal ini amat menguntungkan, karena selain prosesnya mudah juga irit dalam biaya.
3.      Metode pengawetan dengan the
Pengawetan telur segar yaitu dengan memanfaatkan bahan tannin yang berasal dari daun teh (Catechin). Pada dasarnya bahan tannin merupakan senyawa yang berbentuk larutan berwarna dan mampu berikatan dengan albumen telur. Protein dalam telur akan berikatan dengan catechin yang terkandung dalam teh membentuk senyawa kompleks yang stabil dan dapat memperpanjang masa simpan telur sampai 1 bulan. Adapun langkah-langkah metode ini yaitu :
a.       Buatlah larutan teh dengan merendam 100 gram teh kedalam 100 ml air panas selama 10 menit atau sesuai kebutuhan saja.
b.      Siapkan telur yang akan diawetkan dan terlebih dahulu telur dicuci bersih dengan air hangat.
c.       Kemudian masukkan larutan teh tersebut kedalam baskom/ ember.
d.      Masukan telur tersebut kedalam baskom yang berisi larutan teh dan direndam selama 1-2 hari.
e.       Telur yang sudah direndam lalu disimpan di tempat yang kering dan tertutup.
4.      Penyimpanaan dingin.
Telur segar dapat dipertahankan mutunya dalam relative waktu yang lama bila disimpan didalam ruangan dingin yang memiliki kelembaban sekitar 80-90 % dan kecepatan aliran udara sekitar 1-1,5 m/s. dalam hal ini telur dapat disimpan sedekat mungkin di atas titik beku telur yaitu -20 C. suhu yang rendah ini akan memperlambat hilangnya kadar CO2 dan air didalam telur serta penyebaran air sari putih ke kuning telur.
5.      Metode penutupan pori-pori telur
Penutupan pro-pori telur dapat dilakukan dengan menggunakan agar-agar, getah karet, gelatin bahkan getah kaktus. Jika teknik ini di kombinasikan dengan penyimpanan dingin (suhu sekitar 10 C)  maka sangat menguntungkan. Karena telur dapat diawetkan selama 6 bulan.
6.      Pengemasan Kering
Pengemasan telur dapat dilakukan secara kering dengan menggunakan bahan-bahan seperti sekam, pasir dan serbuk gergaji. Jika pengemasnya padat, cara ini akan memperlambat hilangnya air dan CO2. Kelemahan cara ini adalah manambah berat dan volume, yang dapat menaikkan ongkos angkut dan ruang penyimpanan. Disamping itu, pengemasan kering tidak banyak memberikan perlindungan terhadap mikroba selama penyimpanan.
7.      Perendaman telur dalam larutan kapur
Larutan kapur dapat dibuat dengan cara melarutkan 100 g batu kapur (CaO) dalam 1,5 liter air, lalu dibiarkan sampai dingin. Daya pengawet dari kapur karena mempunyai sifat basa, sehingga mencegah tumbuhnya mikroba. Kapur (CaO) akan bereaksi dengan udara membentuk lapisan tipis kalsium karbonat (CaCO3) di atas permukaan cairan perendam. Kemudian CaCO3 yang terbentuk akan mengendap di atas permukaan telur, membentuk lapisan tipis yang menutupi pori-pori. Pori-pori yang tertutup ini menyebabkan mikroba tidak dapat masuk ke dalam telur dan mencegah keluarnya air dan gas-gas lain dari dalam isi telur. Kapur juga menyebabkan kenaikan kenaikan pH pada permukaan kulit telur yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba.
8.      Perendaman dalam minyak paraffin
Telur direndam atau dicelupkan dalam minyak parafin selama beberapa menit. Selanjutnya dikeringkan dengan membiarkan di udara terbuka (dikering- anginkan) sehingga minyak parafin menjadi kering dan menutupi pori-pori kulit telur.
9.      Pengasinan Telur (Telur Asin)
Suprapti (2002) mengemukakan bahwa untuk membuat produk awetan telur asin dapat dilakukan dengan 2 macam cara, yaitu perendaman (dalam larutan garam) dan pemeraman (dalam adonan garam). Pembuatan telur dengan cara perendaman merupakan cara yang sangat sederhana yaitu hanya menyangkut kegiatan perendaman telur dalam larutan garam. Membuat 30 butir telur asin, diperlukan 1 kg garam yang dilarutkan pada 1,6 liter air bersih. Telur kemudian direndam selama 7-10 hari. Menurut Thoyibah (1998) perendaman telur dalam larutan garam jenuh (270 g garam dilarutkan dalam 1 liter air) dapat menghasilkan telur asin dengan kadar garam telur 2,24%. Kualitas telur yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh konsentrasi garam dan lama perendaman telur dalam larutan garam.
Pembuatan telur asin dengan menggunakan metode perendaman dalam larutan garam jenuh sangat mudah dan praktis. Keunggulan pembuatan telur asin dengan perendaman adalah prosesnya singkat (Damayanti, 2008). Menurut Suprapti (2002) telur asin yang dibuat dengan metode perendaman dalam larutan garam jenuh akan memiliki putih telur yang berlubang-lubang (keropos).
Pembuatan telur dengan cara pemeraman adalah dengan membungkus telur dalam adonan garam. Ada beberapa macam adonan garam yang digunakan oleh pembuat telur asin. Adanya variasi bahan tersebut membuat cara pengasinan lebih beragam, di antaranya yang terkenal adalah cara pengasinan pidan dan cara pengasinan telur halidan. Cara pengasinan pidan berasal dari China (Romanoff and Romanoff, 1963). Cara ini menggunakan bahan pembungkus telur yang terbuat dari campuran serbuk gergaji, kapur dan garam dengan perbandingan 1:1:1. Cara pengasinan halidan menggunakan bahan pembungkus dari campuran tanah liat atau batu bata dan garam dengan perbandingan 1:1, dengan cara ini telur akan mampu bertahan selama 30 hari (Agus, 2002).
Cara pembuatan telur asin dengan menggunakan adonan garam akan menghasilkan telur asin yang lebih bagus mutunya, warnanya lebih menarik serta memiliki cita rasa yang lebih enak, tapi proses pembuatannya lebih rumit dan waktu yang diperlukan lebih lama. Pemeraman dengan menggunakan adonan dari abu akan menghasilkan telur asin dengan kuning telur yang pucat dan bagian tepi kuning telur tersebut berwarna kehitaman (abu-abu). Pemeraman dengan menggunakan adonan dari batu bata akan menghasilkan telur asin dengan warna kuning telur yang kemerah-merahan dan rasanya terkesan berpasir (Jawa: masir) (Suprapti, 2002).









BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Pangan secara umum bersifat mudah rusak (perishable), karena kadar air yang terkandung di dalamnya sebagai faktor utama penyebab kerusakan pangan itu sendiri. Semakin tinggi kadar air suatu pangan, akan semakin besar kemungkinan kerusakannya baik sebagai akibat aktivitas biologis internal (metabolisme) maupun masuknya mikroba perusak.
untuk mengawetkan makanan dapat dilakukan dengan beberapa teknik baik yang menggunakan teknologi tinggi maupun teknologi sederhana. Caranya pun beragam dengan berbagai tingkat kesulitan. Namun inti dari pengawetan makanan adalah suatu upaya untuk menahahn laju pertumbuham mikroorganisme pada makananm
Jenis-jenis teknik pengolahan dan pengawetan makanan itu ada 5 :
1.      pendinginan
2.      pengeringan
3.      pengalengan
4.      pengemasan
5.      penggunaan bahan kimia
6.      pemanasan






























DAFTAR PUSTAKA

Sumber:
Agus G. T. K. 2002. Intensifikasi Beternak Itik. AgroMedia Pustaka. Jakarta.
Damayanti, A., 2008. Sifat Fisik, Kimia Dan Organoleptik Telur Asin Yang Direndam Pada Konsentrasi Garam Dan Umur Telur Yang Berbeda. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Http://sriniken.blog.com/2011/04/19/pengawetan-telur/
Http://tekpan.unimus.ac.id/wp-content/uploads/2013/07/TEKNOLOGI-PENGOLAHAN-TELUR.pdf
Http://www.warintek.ristek.go.id/pangan_kesehatan/pangan/ipb/Pengawetan%20telur%20segar.pdf
Romanoff, A. L. and A. J. Romanoff. 1963. The Avian Egg. John Wiley and Sons Inc. New York.
Suprapti, M. L. 2002. Pengawetan Telur. Kanisius. Yogyakarta.
Thoyibah, I. 1998. Pengaruh Konsentrasi Garam Dapur, Jenis Medium, dan Lama Perendaman terhadap Kadar NaCl Telur Asin. Skripsi. Fakultas Peternakan. UGM. Yogyakarta.
Winarno, F.G. dan S. Koswara. 2002., Telur : Komposisi, Penanganan dan Pengolahannya, M-Brio Press, Bogor
Tanggal akses: 22 Maret 2011
Tanggal akses: 22 Maret 2011
Tanggal akses: 22 Maret 2011
Tanggal akses: 22 Maret 2011












Unknown Web Developer

Tidak ada komentar:

Posting Komentar